Proposalnya bisa di download disini
Berangkat dari kebutuhan tentang sinergitas di atas, “guru dan orang tua”, kami telah melakukan pengumpulan data tentang harapan dan permohonan
- Tanggal
11 Februari – 30 Maret 2013, Senin s/d Jum’at Pukul 09.00 – 13.00 WIB,
Sabtu Pukul 09.00 – 12.00 WIB.
- Wawancara
orang tua dan Observasi Anak, setiap hari Sabtu, Tgl 23
februari,2,9,16,23,30 Maret s/d 6 April 2012. (Jadwal terlampir pada kartu
peserta).
- Pengumuman
hasil observasi, Tanggal 27 April 2013
- Mengisi
formulir pendaftaran yang telah disediakan
- Foto
copy akta kelahiran sebanyak 2 lembar
- Foto
copy raport TK A semester 1 dan 2 dan Foto copy Laporan Hasil Belajar Peserta Didik TK B semester 1
- Surat
keterangan lulus TK (Foto copy Iijazah menyusul)
- Pas
foto hitam putih 3 X 4 sebanyak 2 lembar
- Membayar
biaya observasi sebesar Rp. 100.000,-
- Materai
senilai Rp 6.000,-
- Usia
minimal 5 tahun 8 bulan pada Juli 2013.
.Terlalu memanjakan dan selalu memenuhi permintaan anak
Mengancam dan menakuti-nakuti
Menghina dan menyalahkan
Tidak konsisten
Membandingkan dengan saudara atau temannya
1. Senang bergerak
2. Senang bermain
3. Senang melakukan sesuatu secara langsung
4. Senang bekerja dalam kelompok
Silahkan di Klik untuk informasinya...
1. SMPIT DARUL FIKRI
2. Husnul Khotimah
3. Sekolah Alam Ar Ridho
4. SMPIT Abu Bakar
5. SMPIT Nur Hidayah
6. SMIT Bina Amal Semarang
Semoga bermanfaat...
By Siti Untari
”Jangan takut nada Bu, yang penting nyanyi aja, anak kecil mana tahu suara fals apa nggak, yang penting enjoy, asik, anak gembira….” Demikian Waka Kesiswaan menyemangatiku kala itu. “Pasti bisalah, saya yakin njenengan pasti bisa!” Ujarnya memantapkanku.
Aku makin melongo. Bukan masalah nada bu. Suaraku yang kurang bagus alias cempreng rombeng itu fakta, tapi perkaranya tak sesederhana itu. Bahkan syair lagunyapun aku tak hafal. Gak tahu, mau nyanyi lagu apa nanti? Kalau gak sedang khilaf juga aku nggak pernah nyanyi je.
Ini salah satu keterkejutanku yang pertama. Jadi agak ciut, berarti mau atau tidak aku harus maksain diri buat nyanyi yah? Cari lagu anak-anak. Minta dicontohi. Coba praktek.
Begitulah, cinta yang mampu jadikan pengucut sebagai pemberani. Si bakhil jadi penderma. Si bodoh jadi pintar. Menajamkan pena penulis. Menguatkan yang lemah. Mencerdaskan juga mendatangkan kegembiraan pada jiwa dan perasaan si pencita. Yang ini pernah kubaca dari tulisan seorang ustadz asal Kota Gudeg sana.
Loh kok? (ups!) Santai kawan, meski kata cinta sangat dekat dengan orientasi tanda tanya, bukan masalah itu yang hendak kita bahas di sini. Adalah dua kutub yang berbeda jika ingin menterjemahkannya.
Maka ijinkan aku bicara soal cinta. Perkara terelok sepanjang masa. Namun tidak, bukan cinta ala remaja yan enteng menyatakan I love you, love you too. Semoga engkau tak jadi enggan membacanya.
Aku hanya ingin mengajakmu berbagi. Tentang bongkahan rasa yang menyumbat di dada. Jika untuk objek pelaku dapat menjadi (sepeti) objek sepenuhnya, mungkin itulah cinta.
Aku belajar menjadi seperti mereka. Sekali lagi ini perkara lain jika kau ingin membahas cinta yang berbeda. Ingat ceritaku yang lalu? Saat aku harus berbaur dengan remaja putih abu-abu serta keunikan-keunikan mereka? Maka aku melebur masuk ke dunia mereka.
Kini objekku calon mujahid-mujahidah yang baru meninggalkan masa balitanya. Masa peralihan. Tentu berbeda dari sebelumnya. Dan aku harus lebih dulu menjadi objek untuk memberikan contoh pada mereka bagaimana menjadi subjek, pelaku!
Aku shock, ketika salah satu dari mereka bilang tidak bisa bikin anggka delapan. Aku gondok ketika ada yang mogok tidak mau belajar. Aku pusing, melayani wali murid yang tak sepenuhnya sepakat. Aku bingung ketika salah satu dari mereka ngamuk tak pasti alasannya.
Bikin angka delapan nggak bisa nangis. Nulis belum selesai nangis. Mau pipis malu ngomongnya, nangis sambil ngompol. Tanpa sebab jelas nggak mau masuk kelas, nangis di halaman. Nggak suka menu makan siangnya nangis. Nggak cocok snack sekolah, ngomongnya sambil nangis. Tiadakah bahasa selain airmata, anak-anak?? Kenapa kalian buatku juga ingin dengan airmata-airmata itu?
Tak disangkal, akupun membalasnya dengan airmata di masjid. Usai dzuhur berjamaah yang berurai airmata, aku mengadu padaNya. Allah,,,mungkinkah ini bukan saat yang tepat untukku? Aku begitu sesak, bisakah aku menanggung ini. Aku sungguh lemah Allah,,,aku, aku,,,,
Aku berbagi pada saudara-saudara di sini. Ternyata bukan hanya aku yang mengalami ini diawal-awal. Itu proses kawan, tahapan yang akan membuatmu bermetamorfosis. Langkah masih panjang dan terus berkelok. Ayuh kita melangkah bersama, beriring, bergandengan tangan (ups!)
Tak selesai pada perkara bagaimana aku bisa mengatasi airmata-airmata itu dengan senyuman. Setelah jiwa mulai terkontrol dengan perkara yang fitrah itu, masih harus kuhadapi aral berikut. Kasih sayang para wali, dengan tututan, protes, permitaan, pujian, sanjungan juga hal-hal lain adalah tahapan sepanjang masa yang akan mentarbiyahku.
Bahagia, menikmati, mensyukuri, karena dengan ini aku dapat melihat keMahaKuasaanNya. Hidup adalah pembuktiaan jajni taat kita padaNya. Akan kau buat apa hidupmu, kawan?
Dan cinta hanya kita yang mampu mengupayakannya, dengan cara apa? Ah, rasanya tak pantas jika aku yang menjawab ini semua. Mari kita temukan jawabannya pada relung-relung paling tersembunyi di hati.
Maka, kusambut engkau, cinta! ;)
By Siti Untari (Guru kelas 1 Zaid )
Telah bermekaran, mengalir keseluruh aliran darah pada tubuhku. Ini lain, tak seperti yang pernah kurasa sebelumnya. Meski mungkin ianya tetap bernama sama. Cinta! Ia tumbuh pada kelembabab masa. Iyah, lembab karena di sana dapat tumbuh segala rasa baru, menamabah perbendaharaan rasa yang telah ada. Subur!
Bergaya sok-sok romantis, agresif, manja, egois, jutek juga afeksional. Begitu kira-kira, kata mereka. Saperti kata Ust. Salim A. Fillah pada “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. Dulu, hampir setiap hari aku bergumul dengan remaja putih abu-abu. Lengkap dengan warna khas mereka. Merah mudanya masa itu tak akan lepas dari kata itu sendiri, remaja. Banyak hal menarik yang meski klasik namun tak lekang oleh waktu. Selalu menarik untuk diperbincangkan.
Banyak rasa yang membersamaiku kala itu. Aku pun turut melebur dalam dunia merah jambu di sana. Membersami merka dengan berbagai celoteh khasnya adalah anugrah indah. Pengalaman luar biasa yang tiada kata dapat melukiskannya.
Ibarat sebuah piano tua. Piano tua tersebut akan dilelang. Awalnya, piano tua tersebut dibuka dengan harga lelang sebesar sepuluh juta. Dengan harga tersebut, ternyata tidak ada yang merespon. Kemudian, penawaran diturunkan menjadi sembilan juta, tetapi masih tidak ada yang merespon. Harga pun kembali diturunkan sampai akhirnya menjadi satu juta saja. Ternyata, tetap tidak ada yang mau membelinya.
Datanglah seorang kakek tua. Dia mengambil sebuah sapu tangan kemudian mengusap debu-debu yang ada pada piano tua tersebut. Kakek tersebut memainkannya dengan indah dan menakjubkan. Pengunjung yang ada di sana pun tersentuh dengan lagu tersebut. Beberapa saat setelah piano tua tersebut dibersihkan dan dimainkan oleh kakek tua tersebut, ternyata harga lelang piano naik menjadi lima puluh juta. Banyak pengunjung yang berebut ingin mendapatkannya. Akhirnya, terjualah piano tersebut dari harga 1 juta menjadi 2 milyar.
Siapakah piano tua dan kakek tua tersebut?
Piano tersebut ibarat anak-anak kita. Anak didik kita ketika belum disentuh oleh para guru dan orang tua. Namun, ketika telah disentuh oleh pendidikan dengan bimbingan, kesabaran, kasih sayang, maka anak tadi akan berharga tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya diperlukan cara agar kita dapat belajar bagaimana menjadi seperti pemain piano tadi.
By Fauzil Adhim
Baik,mari kita buka What Works in Schools: Translating Research into Action yang ditulis oleh Robert J. Marzano. Soal penelitian, Marzano memang dikenal sebagai pakar paling kompeten dalam masalah manajemen kelas. Dari penelitiannya secara intensif selama lebih dari 40 tahun, Marzano telah menghasilkan tak kurang dari 25 buku yang menjadi rujukan penting tentang bagaimana seorang guru seharusnya mengelola kelas.
Lalu apa yang bisa kita petik dari What Works in Schools? Banyak hal. Di antaranya yang menarik perhatian saya adalah kesimpulan Marzano tentang 11 faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa. Kesebelas faktor tersebut tersebar dalam 3 aspek, yakni sekolah, guru dan siswa.
Agar pembicaraan kita lebih efektif, mari kita perbincangkan satu per satu secara ringkas:
Sekolah. Faktor pertama yang sangat menentukan kemampuan sekolah mengantar siswa meraih sukses adalah jaminan bahwa kurikulum yang berlaku di sekolah benar-benar layak diandalkan dan dapat diterapkan oleh guru-guru. Sebaik apa pun kurikulum yang telah dirumuskan oleh sekolah, jika guru-guru tidak mampu menerjemahkan dalam tindakan kelas, maka kurikulum tersebut akan sia-sia. Ujung-ujungnya, untuk memenuhi tuntutan kurikulum, yang dilakukan oleh guru bukan menerapkan kurikulum tersebut setepat dan sebaik mungkin, tetapi melakukandrilling. Sebuah proses latihan agar siswa terampil mengerjakan soal. Bukan memahami materi dan konsep sehingga menguasai pelajaran dengan baik.
Kedua, tujuan yang menantang dan umpan balik yang efektif(challenging goals and effective feedback). Tujuan yang mudah dicapai, tidak merangsang kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh. Sebabnya, tanpa usaha kita bisa meraih tujuan tersebut dengan mudah. Sebaliknya, tujuan yang terlalu sulit dicapai, sementara kapasitas mental untuk berusaha meraih dengan gigih belum terbentuk dengan kuat, menjadikan seseorang merasa tidak mampu meraih. Akibatnya, ia tidak mengerahkan seluruh kemampuannya untuk berusaha.
Sebaliknya, tujuan yang menantang akan mendorong kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh. Kita berjuang mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Semakin upaya kita mendekatkan pada tujuan, semakin kita bergairah. Semakin yakin bahwa upaya yang kita lakukan sudah tepat dan ada manfaatnya, maka akan semakin bersemangat kita melakukannya. Ini berarti perlu umpan balik yang tepat. Tanpa umpan balik yang efektif, semangat yang menyala-nyala itu bisa surut kembali. Meskipun ada sebagian orang yang tetap bersemangat tatkala usahanya tidak memperoleh umpan balik yang berarti, tetapi jenis orang seperti ini sangat sedikit.