By Munif Chatib
Sungguh bahagia rasanya, kala seorang
sahabat memberikan ulasan terhadap teori multiple intelligence menurut sudut
pandangnya. Jika boleh berbagi saya juga terangsang untuk mengulas tentang
makhluk apakah multiple intelligences itu, yang diyakini mempunyai
keberagamanan penafsiran banyak orang.
Paradigma multiple intelligences itu
harus dibuktikan dengan fakta, bukan dengan teori.
Ketika Gardner tahun 1983 di Harvard
University memunculkan teori mi, banyak pakar kecerdasan membantahnya. Sahabat
saya mencoba membuat list tentang para pakar yang tidak setuju dengan teori mi
ini. Ada Ken Richardson yang bilang kalau keunggulan manusia itu memang sudah
ada dari ‘sononya’. Ada Francine Smolucha yang bilang Gardner dan Mi-mnya
kurang data. Ada Goerge Miller yang bilang mi tidak memiliki ‘evidence’ yang
kuat dan pemborosan waktu. Sahabat saya sendiri bilang MI itu istilah kebetulan saja pengganti istilah
‘talent’, dan tidak di dukung bukti yang kuat. Dan seterusnya dan seterusnya.
Menurut saya, MI adalah sebuat teori
kecerdasan yang sangat terbuka dan menghargai potensi individu sekecil apapun.
Seseorang mempunyai MI jika dalam aktivitasnya sudah memunculkan prestasi yang
mempuyai benefit (daya manfaat), sekecil apapun itu. Saya pikir teori ini
sangat menghargai manusia sebagai ciptaan Sang Maha Agung. Allah SWT tidak
pernah memproduksi produk-produk gagal. Malah saya mendapat banyak bukti
sebagai fakta, banyak anak yang mempunyai hambatan, ketika MI-nya di hargai dan
terus dipantik, maka anak itu menjadi JUARA di bidangnya masing-masing.
Saya berusaha memunculkan bukti-bukti
ini dalam buku saya yang ke-3 ORANGTUANYA MANUSIA, semoga sahabat saya membaca
buku ini. Walhasil kalau teori di lawan dengan teori tidak akan ada habisnya.
Paradigma baru harus menghadirkan fakta. Saya dan banyak orang yang mempunyai
fakta, bahwa setiap manusia mempunyai keunggulan. Dalam perspektif saya, itulah
teori MI. Jika kita tidak percaya setiap orang mempunyai keunggulan, meskipun
sekecil debu, wow ini bahaya, sebab kita akan banyak masuk dalam
jebakan-jebakan semu dalam arti selalu memandang rendah orang sebab tidak
memiliki kemampuan. Padahal kemampuan itu ada, hanya belum terlihat saja.
Saya juga berusaha menempatkan teori
dan kritik dalam sebuah teori dalam tatanan ADIL. Saya juga belajar tentang
teori-teori yang tidak sepakat dengan teori MI. Namun saya juga belajar dari
buku-buku teori yang ditulis Howard Gardner, asyik gitu ketika hati kita lapang
untuk belajar banyak masukan, antara lain: 1. Frames of Mind; 2. Responsibility
at Work 3. Five Minds for the Future; 4. Howard Gardner Under Fire; 5. M.I. –
New Horizons; 6. Development and Education of the Mind; 7. Changing Minds; 8.
Making Good; 9. The Disciplined Mind; 10. Intelligence Reframed; 11.
Extraordinary Minds; 12. Leading Minds; 13. Multiple Intelligences; 14.
Creating Minds; 15. The Unschooled Mind; 16. Art Education and Human
Development; 17. To Open Minds; 18. The Minds New Science; 19. Art, Mind &
Brain; 20. Artful Scribbles:Developmental Psychology; 21. The Shattered Mind;
22. The Arts and Human Development; 23. The Quest for Mind; 24. Good Work; 25. Practical Intelligence for
School Intelligence; 26. Man and Men
Multiple Intelligences itu adalah
strategi mengajar
Sahabat saya bilang bahwa “Teori MI ini tidak
dapat digunakan di dalam ruang kelas, sebab kita tidak bisa paksakan kurikulum
yang ada untuk diterapkan dengan menggunakan MI, sebab waktu yang dibuthkan
sangat lama, sementara kurikulum kita sudah terjadwal waktunya.”
Menurut saya, MI dalam wilayah
akademis atau kelas bentuknya menjadi strategi mengajar. Bagaimana para guru
memberikan stimulus yang tepat sesuai dengan MI siswanya. Jika berhasil, maka
tidak ada pelajaran yang sulit buat siswa. Strategi mengajar adalah bagaimana
cara guru menyampaikan ilmunya dengan pola-pola pendekatan sesuai dengan gaya
belajar siswa. Jadi strategi mengajar MI itu lebih menitik beratkan bagaimana
siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar. Strategi ini jumlahnya sangat
banyak. Saya memunculkan 20 strategi mengajar dalam buku saya yang ke2 GURUNYA
MANUSIA. Insyaallah Februari 2013, saya akan menulis lagi khusus strategi
mengajar MI ini sebanyak 200 lebih. Saya sebagai guru malah mendapatkan
pengalaman berbeda dengan ketakutan sahabat saya tentang kurikulum dan
lambatnya waktu. Sebagai contoh sederhana, saya dengan beberapa guru
menggunakan strategi sosio drama untuk mengajar sejarah kebudayaan Islam,
tentang Perang Gajah. Strategi sosio drama adalah strategi yang mempunyai
pendekatan MI lingustik, intrapersonal, dan kinestetis. Ada 6 kelas yang
menggunakan stategi sosio drama. Ada siswa yang menjadi Abrahah, Abdul
Muthollib, kurir, gajah-gajah, sedangkan siswa yang tidak kebagian peran
diberikan pertanyaan-pertanyaan. Mereka dapat menginterupsi pemainnya. Sangat
menyenangkan sekali suasana dalam kelas itu. Satu kali pertemuan adalah 2 x 40
menit, artinya total 80 menit. Yang dahsyat adalah materi itu selesai dalam
satu kali tatap muka. Padahal dalam silabusnya 3 kali tatam muka, hebat 2 kali
tatap muka. Ketika ada ujian nasional dari diknas dua bulan kemudian, saya
menggunakan kesempatan itu melakukan riset. Ternyata ada 2 nomor soal yang
berkaitan dengan materi perang gajah, yaitu:
1.
Siapakah gubernur Yaman yang akan menghancurkan Ka’bah?
a.Abrahah b. Abdul
Mutholilb c. Abu Jahal d. Abu Tholib
2.
Siapkah yang menjadi pemimpin Ka’bah pada perang Gajah?
a. Abrahah b. Abdul
Mutholilb c. Abu Jahal d. Abu Tholib
Hasil riset saya mengejutkan, dari 6
kelas, 112 siswa, semuanya menjawab benar 2 nomor ini. Tidak ada yang salah.
Ketika satu persatu siswa saya tanya, kenapa dua nomor ini benar. Rata-rata
mereka menjawab sangat ingat soal ini sebab dulu yang menjadi Abrahah dan abdul
Mutholibnya adalah teman-temannya. Saya juga bertanya kepada seorang siswa
penyandang ‘Learning Disability’ tentang betapa hebatnya dia menjawab benar dua
soal itu. Saya kaget mendengar jawabannya.
“Aku ingat, yang jadi Abrahah itu si
Lala, teman satu bangku. Ingat aku …ingat aku,” jawab siswa ini meskipun dengan
terbata-bata.
Aku ingat! Ini artinya masuk dalam
long term memory. Wow tiba-tiba strategi sosio drama, sebagai salah satu dari
ratusan strategi MI berhasil menyelesaikan soal-soal kognitif ujian nasional.
Semua siswa paham. Hasil riset itu menjawab pertanyaan sebagian besar guru
tentang salah pahamnya teori MI waktu ditarik dalam dunia kelas. Lalu riset ini
menjawab juga was-was guru tentang tidak selesainya waktu yang ada pada silabus
jika mengajar menggunakan strategi yang cenderung ‘student center’. Lihatlah
dalam silabus tertera 3 kali tatam muka, dengan strategi MI dapat selesai
dengan 1 kali tatap muka. Riset ini juga menjawab, strategi MI tidak hanya
berpihak kepada siswa yang lamban, siswa yang cerdaspun difasilitasi. Strategi
MI for all student, pokoknya masih ‘MANUSIA’.
Terakhir, saya menyimpulkan MI itu
bukan kurikulum. Kurikulum itu sebuah perencanaan yang mempunyai tujuan. MI
dalam dunia akadermis adalah bagaimana cara menjalankan kurikulum tersebut agar tujuannya tercapai. Bentuk
nyatanya adalah strategi mengajar yang sangat multiple, dengan metode tunggal
yaitu CERAMAH ‘ILA YAUMIL QIYAMAH’. Selamat untuk menemukan jutaan bukti bahwa
anak kita hebat, daripada tenggelam dalam kritik teori-teori kecerdasan yagn
memusingkan kepala dan tidak berdampak apapun buat perkembangan anak kita. Ayo
temukan MI anak kita. Galilah meskiupun itu hanya sebutir debu. Anak kita
adalah BINTANG. Sebab pasti ada jutaan hikmah, untuk apa dia LAHIR dan ADA buat
kita.
*http://munifchatib.com
*http://munifchatib.com