twitter
rss


Surahman, SEI

Membuat peserta didik tertawa, itu mudah saja kulakukan. Membuat anak-anak menangis dalam muhasabah, insya Allah aku juga bisa. Akan tetapi satu hal yang aku merasa kewalahan, mengatasi anak ngambek.
Pernah suatu ketika ada anak baru, pindahan dari sekolah lain yang ngambek. Dia bentrok dengan teman-temannya. Dia tinggalkan sekolah, pergi ke tengah sawah. Semakin dikejar semakin menjauh. Kukejar pula dia. Akhirnya mentok, dia kepojok. Pada ujung persawahan ada tembok tinggi. Sebelah utara tembok SLB dan sebelah barat tembok SMA. Merasa tak ada jalan untuk lari, anak itu terduduk.
Kudekati dia, tetap duduk. Aku pun duduk di sampingnya. Seribu rayuan kuberi, agar dia mau kembali. Seribu argumen kuungkap pula, tapi dia tak peduli. Tak bergeming. Beberapa waktu lamanya, kami duduk berdua, di pinggir sawah, mojok mepet tembok..
Aku hampir dibuatnya jengkel. Sedikit demi sedikit mulai keluar dari mulutku kalimat-kalimat ancaman. Tapi sama saja, tak mempan. Aku menyerah.

Karena kami tak kembali-kembali, ibu kepala sekolah menyusul. Sampai di tempat, ibu kepala sekolah langsung mendekap anak itu. Dengan bahasa kasihnya, ibu kepala sekolah mengajak anak itu berdiri. Lalu mengajak sama-sama menarik nafas panjang sambil mengangkat kedua tangan. Lalu dengan beberapa nasihat saja, anak itu sudah mau diajak kembali ke sekolahan.
Ah, aku kalah telak. Padahal aku sudah pula berusaha menjadi sahabat, menepuk pundaknya sesekali. Hanya saja aku tak langsung mendekapnya. Dan bahasa kasih seorang guru laki-laki terhadap murid laki-laki mungkin beda dengan bahasa kasih ibu guru terhadap murid laki-laki.
Setidaknya aku mendapat pelajaran; Sentuhlah dia, tepat di hatinya....
Kini aku juga yakin, bahwa ciuman, dekapan dan sentuhan adalah di antara cara yang efektif untuk mengungkapkan cinta dan kasih sayang. Bukan hanya terhadap istri atau suami saja tentu. Terhadap anak, sahabat, bahkan anak didik di sekolah, kita juga dapat melakukan hal serupa. Sentuhan fisik sangat membantu dalam membangun kedekatan psikologis, kedekatan hati.
Sejak saat  itu aku belajar untuk lebih mengedepankan sentuhan-sentuhan dengan bahasa qalbu dalam berinteraksi dengan anak-anak didikku. Ketika ada anak bermasalah, seperti marah atau bahkan mengamuk, aku coba dulu untuk mengerti perasaannya. Mencoba menemiskan emosi yang kadang ikut tersulut.
Satu hal sangat berkesan bagiku. Beberapa pekan lalu, ketika mengajar TIK kelas enam, mengajari mereka membuat email, tiba-tiba jaringan error, tak bisa online. Maka saya ajak mereka kembali ke kelas. Waktu masih cukup lama dan terpikir olehku untuk memberikan sesuatu di luar mata pelajaran. Saya duduk di depan, lalu bertanya: “Pak Rahman pengen mengajak kalian bicara serius. Bolehkah?”
Senang sekali melihat antusisme mereka. Kebetulan waktu itu hujan cukup deras. Salah seorang anak memberi usul; “Di bawah saja Pak, tidak terdengar.” Maka kami sama-sama bangkit dari kursi, lalu duduk melingkar saling berdampingan, lesehan di kelas.
Sesuatu yang berat hendak kusampaikan. Kutahu di kelas itu masih ada masalah, ada yang tak akur. Seorang anak perempuan tersisih dari teman-temannya. Satu anak ini tak pernah diajak bermain dan berbicara oleh teman-temannya. Paling disindir-sindir dan dijelek-jelekkan. Ini masalah paling serius. Sudah beberapa bulan masalah ini belum juga usai. Malah sempat terbawa-bawa sampai orang tua.
Sangat sensitif. Maka aku harus menyampaikan dengan ekstra hati-hati. Benar-benar menggunakan bahasa qalbu. Aku sampaikan bahwa hal ini memang tidak enak untuk dibicarakan, tapi sesekali memang harus dibicarakan. Mereka pun mendengarkan dengan seksama. Intinya, aku hanya menyampaikan harapan, bahwa sebelum lulus, masalah di antara mereka sudah cair. Aku minta mereka untuk jujur pada diri, bahwa semua ingin persahabatan di antara mereka kembali seperti semula. Mereka pun mengakui, mengiyakan. Kulihat salah seroang anak yang paling clash dengan si anak tersisih berkaca-kaca.
Entahlah. Apa akan ada perubahan setelah apa yang kusampaikan. Semoga saja demikian. Setidaknya aku telah tunjukkan, bahwa salah seorang pak guru peduli dengan permasalahan yang mereka hadapi.
Bahasa Qalbu. Sesungguhnya anak-anak kita, walau masih SD, mereka sudah bisa diajak untuk berpikir dewasa. Maka, sentuhan-sentuhan qalbu insya Allah akan lebih membekas pada jiwa mereka. Apa lagi dibanding dengan nasihat-nasihat yang disampaikan dengan amarah.
Mungkin karena masih jernih, hati mereka pun mudah disentuh. Dalam sebuah forum bersama anak-anak didikku, pernah kunyanyikan sebuah lagu. Salah seorang di antaranya ternyata menangis, beberapa berkaca dan yang lainnya mendengar penuh seksama. Malah, yang menangis itu adalah anak laki-laki. Tak terduga. Ternyata, sebuah lagu saja dapat membuat hati mereka tersentuh bila dilantunkan dengan menjiwa.
Maka, kepada seluruh guru di mana saja, aku ingin mengajak, mari berbagi dengan anak-anak didik kita menggunakan bahasa qalbu. Sesekali kita ajak anak didik kita bicara serius tentang hidup mereka. Insya Allah hal ini akan lebih berarti dari teori-teori yang kita sampaikan dalam kelas. Mudah-mudahan, apa yang kita sampaikan juga akan lebih bernilai dalam pandangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Senang sekali rasanya, hari ini, kulihat anak perempuan yang  sempat dikucilkan itu telah bermain-main lagi dengan teman-temannya. Hubungan mereka mungkin belum sepenuhnya pulih, setidaknya telah banyak kemajuan. Anak-anak lain di kelasnya sudah bersedia mengajaknya bicara dan bermain bersama. Entah, apakah satu hal yang kulakukan dulu memberi sumbangsih terhadap perubahan ini atau tidak. Bagaimana pun aku senang melihat mereka akur kembali. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar